Seorang anak berumur 10 tahun, namanya Umar, anak pengusaha sukses yg kaya raya.
Oleh ayahnya si Umar disekolahkan di SD Internasional paling bergengsi di Jakarta. Tentu bisa ditebak, bayarannya sangat mahal. Tapi bagi si pengusaha, tentu bukan masalah, wong uangnya berlimpah. Si ayah berfikir kalau anaknya harus mendapat bekal pendidikan terbaik di semua jenjang agar anaknya kelak menjadi orang yang sukses mengikuti jejaknya.
Suatu hari isterinya memberitahu kalau Sabtu depan si ayah diundang menghadiri acara “Father’s Day” di sekolah Umar. “Waduuuh saya sibuk ma, kamu aja deh yang datang..” begitu ucap si ayah kepada isterinya. Bagi dia acara beginian sangat nggak penting, dibanding urusan bisnis besarnya.
Tapi kali ini isterinya marah dan mengancam, sebab sudah kesekian kalinya si ayah nggak pernah mau datang ke acara anaknya. Dia malu karena anaknya selalu didampingi ibunya, sedang anak2 yg lain selalu didampingi ayahnya. Nah karena diancam isterinya, akhirnya si ayah mau hadir meski agak ogah-ogahan.
Father’s day adalah acara yg dikemas khusus dimana anak-anak saling unjuk kemampuan di depan ayahnya. Karena ayah si Umar ogah-ogahan maka dia memilih duduk di paling belakang. Sementara para ayah yg lain (terutama yg muda2) berebut duduk di depan agar bisa menyemangati anak2nya yg akan tampil di panggung.
Satu persatu anak2 menampilkan bakat dan kebolehannya masing2. Ada yg menyanyi, menari, membaca puisi., pantomim, ada yg pamerkan lukisannya, dll. Semua mendapat applause yg gegap gempita dari ayah2 mereka.
Tibalah giliran si Umar dipanggil gurunya untuk menampilkan kebolehannya. “Miss, bolehkah saya panggil pak Arief?” tanya si Umar kepada gurunya. Pak Arief adalah guru mengaji untuk kegiatan ekstra kurikuler di sekolah itu.
”Oh boleh..” begitu jawab gurunya, dan pak Arief pun dipanggil ke panggung.
“Pak Arief, bolehkah saya minta tolong Bapak untuk membuka Kitab Suci Al Qur’an Surat 78 (An-Naba’)”, begitu Umar minta kepada guru ngajinya…
”Tentu saja boleh Nak..” jawab Pak Arief..
“Tolong Bapak perhatikan apakah bacaan saya ada yg salah..” kata si Umar. Lalu ia mulai melantunkan QS An-Naba’ tanpa membaca mushafnya, dengan lantunan irama yg persis seperti bacaan “Syaikh Sudais” (Imam Besar Masjidil Haram). Semua hadirin diam terpaku mendengarkan bacaan si Umar yg mendayu-dayu, termasuk ayah si Umar yg duduk dibelakang.
”Stop, kamu telah selesai membaca ayat 1 s/d 5 dengan sempurna, sekarang coba kamu baca ayat 9” begitu kata pak Arief yg tiba2 memotong bacaan Umar, lalu Umarpun membaca ayat 9.
“Stop, coba sekarang baca ayat 21..lalu ayat 33..” setelah usai Umar membacanya, Pak Arief berkata: “Sekarang kamu baca ayat 40 (ayat terakhir)”, si Umarpun membaca ayat ke 40 sampai selesai.
“Subhanallah, kamu hafal Surat An-Naba’ dengan sempurna nak…” begitu teriak pak Arief sambil mengucurkan air matanya. Para hadirin yg muslimpun tak kuasa menahan airmatanya. Lalu pak Arief bertanya kepada Umar: ”Kenapa kamu memilih menghafal Al-Qur’an dan membacakannya di acara ini nak, sementara teman2mu unjuk kebolehan yg lain..?” begitu tanya pak Arief penasaran.
Begini pak guru, waktu saya malas mengaji dalam mengikuti pelajaran bapak, bapak menegur saya sambil menyampaikan sabda Rasulullah SAW: ”Siapa yang membaca Al Qur’an, mempelajarinya, dan mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat. Cahayanya seperti cahaya matahari dan kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan) yang tidak pernah didapatkan di dunia. Kedua orang tuannya bertanya, “Mengapa kami dipakaikan jubah ini?” Dijawab, ”Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al Qur’an.” (H.R. Al-Hakim)
“Pak guru..saya ingin mempersembahkan “Jubah Kemuliaan” kepada ibu dan ayah saya di hadapan Allah di akhirat kelak, sebagai bukti seorang anak yg berbakti kepada kedua orangnya..”
Semua orang terkesiap dan tidak bisa membendung air matanya mendengar ucapan anak berumur 10 tahun tersebut. Ditengah suasana haru tersebut, tiba-tiba terdengar teriakan “Allahu Akbar..!!” dari seseorang yg lari dari belakang menuju ke panggung.
Ternyata dia ayah si Umar yg dengan ter-gopoh2 langsung menubruk sang anak, bersimpuh sambil memeluk kaki anaknya. ”Ampuun nak, maafkan ayah yg selama ini tidak pernah memperhatikanmu, tidak pernah mendidikmu dengan ilmu agama, apalagi mengajarimu mengaji…” ucap sang ayah sambil menangis di kaki anaknya.
”Ayah menginginkan agar kamu sukses di dunia nak, ternyata kamu malah memikirkan “kemuliaan ayah” di akherat kelak, ayah maluuu nak” ujar sang ayah sambil menangis tersedu-sedu.
Subhanallah…Sampai disini, saya melihat di Sang Khotib (yang menceritakan kisah ini) mengusap air matanya yang mulai jatuh. Semua jama’ahpun terpana dan juga mulai meneteskan airmatanya, termasuk saya. Diantara jama’ahpun bahkan ada yg tidak bisa menyembunyikan suara isak tangisnya, luar biasa haru.
Entah apa yang ada dibenak jama’ah yg menangis itu. Mungkin ada yg merasa berdosa karena menelantarkan anaknya, mungkin merasa bersalah karena lalai mengajarkan agama kepada anaknya, mungkin menyesal karena tidak mengajari anaknya mengaji, atau merasa berdosa karena malas membaca Al-Qur’an yg hanya tergeletak di rak bukunya, dengan alasan sibuk urusan dunia…!!!
Saya sendiri menangis karena merasa lalai dengan urusan akherat, dan lebih sibuk dengan urusan dunia. Padahal saya tahu kalau kehidupan akherat itu jauh lebih baik dan kekal daripada kehidupan dunia yg remeh temeh, senda gurau dan sangat singkat ini..
Seperti firman Allah SWT dalam Q.S. Al-An’Am ayat 32: ”Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain darimain-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orangyang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?”
Astagfirullah…
Hamba mohon ampunan kepada Allah Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang…
Wallahu ‘alam bisshawab
Semoga bermanfaat, khususnya buat saya pribadi
Salam khusnul khotimah
…………….
Bagi sahabat-sahabat yang membutuhkan jasa:
1. Training outbound,
2. Training indoor
3. Coaching
4. Consulting
5. Dll
Silakan hubungi: 081 334 664 876